kontenfoto.com – Kota Tua Tanjunguban yang legendaris ini merupakan kota yang terkenal dengan sebutan Kota Pelabuhan dan terletak di Pulau Bintan, Kepri.
Kota Tua Tanjunguban Bintan ini memiliki sejarah yang panjang dan kaya. Terutama dalam konteks perkembangan ekonomi dan sosial di wilayah Kepri.
Hingga saat ini, Kota Tua Tanjunguban yang legendaris ini tetap memegang peran strategis dalam perkembangan perekonomian di wilayah Kepri.
Kota Tua Tanjunguban kini masuk dalam wilayah Kabupaten Bintan ini, tidak hanya berfungsi sebagai Kota Pelabuhan penting untuk distribusi barang dan bahan bakar minyak.
Namun Kota Tua Tanjunguban sebagai titik penghubung antara Pulau Bintan dengan pulau-pulau lain di Kepri dan negara tetangga Malaysia dan Malaysia.
Selain terkenal sebagai Kota Pelabuhan, kini Kota Tua Tanjunguban Kabupaten Bintan, sebagai salah satu sektor pariwisata juga mulai berkembang.
Terutama dengan adanya sejumlah destinasi wisata bahari di sekitar Tanjunguban yang menarik minat wisatawan lokal maupun internasional.
Sejarah panjang Kota Tua Tanjunguban mencerminkan transformasi dari sebuah perkampungan nelayan menjadi Kota Pelabuhan dan industri yang penting di Kepri.
Kota Tua Tanjunguban mulai terkenal pada masa kolonial Belanda. Awalnya, kota ini merupakan sebuah perkampungan kecil. Penghuninya masyarakat lokal yang bekerja sebagai nelayan dan petani.
Letaknya yang strategis, berdekatan dengan jalur pelayaran internasional di Selat Malaka, membuat Kota Tua Tanjunguban berkembang menjadi Kota Pelabuhan yang penting.
Pada masa kolonial Belanda, Tanjunguban menjadi salah satu titik persinggahan penting dalam jalur perdagangan yang menghubungkan Singapura dan kota lain di Sumatera serta Semenanjung Malaysia.
Hal inilah yang menjadikan Kota Tua Tanjunguban sebagai pusat kegiatan ekonomi yang cukup penting dan berkembang di wilayah Kepri.
Selain itu, berbagai faktor mempengaruhi perkembangan Kota Tanjunguban. Mulai dari letak geografis strategis, kekayaan sumber daya alam, hingga perkembangan ekonomi dari masa ke masa.
Kini, Kota Tua Tanjunguban terus berkembang, dengan tetap mempertahankan warisan sejarah sebagai Kota Pelabuhan dan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari identitas kota tersebut.
Letak Kota yang Strategis
Peneliti Sejarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dedi Arman mencatat, Kabupaten Bintan dahulunya bernama Kabupaten Kepri.
Pada tahun 2002, setelah terbentuk Provinsi Kepri, Kabupaten Kepri berubah nama menjadi Kabupaten Bintan masuk dalam wilayah Provinsi Kepri.
Terdapat dua kota atau pusat keramaian di Kabupaten Bintan. Kota Kijang sebagai Ibu Kota Kecamatan Bintan Timur sebagai pusat tambang bauksit.
Selanjutnya, Tanjunguban yang melegenda sebagai Kota Pelabuhan dan sebagai pusat keramaian serta sebagai Ibu kota dari Kecamatan Bintan Utara.
Menurut Dedi, Tanjunguban menjadi pusat keramaian karena letaknya yang strategis. Kota ini berada di tepi laut yang dekat ke Kota Batam.
Kemudian di Tanjunguban sendiri terdapat depo minyak milik Pertamina dan terdapat kawasan industri di Lobam, Kabupaten Bintan.
“Sebagai Kota Pelabuhan, kapal-kapal tanker, kapal barang maupun kapal TNI AL dan kapal lainnya sering labuh jangkar di perairan Tanjunguban,” kata Dedi.
Dalam catatan sejarah, Dedi Arman menjelaskan perkembangan pesat Tanjunguban Bintan, tidak lepas dari berbagai pembangunan.
Salah satunya pembangunan instalasi pangkalan minyak milik Nederlandsche Koloniale Petroleum Maatschappij (NKPM) yang kini diwariskan kepada Pertamina.
Sehingga, tonggak penting sejarah Kota Tanjunguban yang legendaris ini bermula ketika NKPM mulai membangun pangkalan minyak.
NKPM menampung produksi kilang minyak Sungai Gerong di Sungai Musi, Palembang yang pembangunannya selesai sekitar tahun 1930.
Menurut catatan sejarah, pada 1948, masyarakat Tanjunguban dan semua pekerja di pangkalan minyak ini, pernah mencapai taraf kemakmuran yang cukup signifikan.
“Sejak saat itu, Tanjunguban bergerak dari sebuah kampung nelayan menjadi kota dengan segala kelengkapannya yang terkait erat dengan pangkalan minyak itu,” jelas Dedi.
Sejarah Nama Kota Tanjunguban
Menurut Dedi Arman, penamaan Tanjunguban berdasarkan cerita rakyat yang berkembang di tengah masyarakat Kepri pada masa lalu.
Penamaan ini berasal dari sebuah pohon yang telah tua. Daun dan akarnya menjuntai ke bawah dan berwarna putih. Pohon ini letaknya di samping Keramat Tanjunguban.
Namun kini pohon tersebut tidak tersisa lagi. Penduduk lokal saat itu, tidak sempat memberi nama pada pohon tua tersebut.
Jika masyarakat yang melihat dari laut, pohon tersebut tampak seperti uban. Karena daratan di Tanjunguban, menjorok ke laut sehingga disebut tanjung. Maka muncul lah nama Tanjunguban.
“Tentang Keramat Tanjunguban, masyarakat yakin merupakan makam seorang ulama besar yang meninggal dalam perjalanan dari Semenanjung Malaka menuju Negeri Betawi di Sunda Kelapa,” ungkap Dedi.
Dedi Arman menjelaskan, pada masa kerajaan masa lalu yakni pada Kesultanan Johor, Riau Lingga dan Pahang, Tanjunguban sudah ada dan eksis.
Pada masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda Daeng Celak (1728-1745) telah ada perkebunan gambir di daratan Tanjungubany.
Saat itu pekerja perkebunan gambir di daratan Tanjunguban, merupakan buruh-buruh yang bersuku Cina dan Melayu.
Sedangkan bagian pesisir Tanjunguban yang menghadap ke Selat Riau adalah daerah rawa-rawa. Penghuninya masyarakat nelayan Melayu.
“Jadi pada abad ke 18, Tanjunguban sudah ramai. Penghuninya masyarakat Melayu dan Cina,” ungkap Dedi.
Tanjugunban menjadi lebih ramai setelah Pemerintah Belanda melalui Stanvac (Standard Vacuum) Pertolium Compeny membangun tempat pengisian dan penyimpanan minyak pada tahun 1930.
Para pekerja Stanvac adalah masyarakat Cina Canton yang berasal dari Singapura. Pada tahun 1932, Stanvac menerima pegawai anak Melayu dan pendatang dari luar daerah.
Tahun 1934, masyarakat Cina mulai membuka warung-warung kopi dan toko-toko kelontong di Tanjunguban. Di samping itu, berdiri juga Sekolah Cina di sekitar Kampung Cenderawasih.
Menjadi Basis Militer Belanda
Kemudian tahun 1941, Pemerintah Hindia Belanda menjadikan Tanjunguban sebagai pusat tentara Belanda yakni KNIL (Koninkelijk Nederlands Indisch Leger), untuk wilayah Residen Riau.
Maka saat itu, pemerintah Hindia Belanda membangun beberapa perumahan tentara KNIlL yang saat ini menjadi Komplek TNI-AL di Tanjunguban.
“Belanda memanfaatkan Tanjunguban sebagai salah satu basis militer di Kepri,” terang Dedi.
Selanjutnya pada tahun 1947, Departemen Van Sheepvaat membentuk satuan tugas yang bernama ‘Zee en Kustbeweking Dienst’ (Dinas Penjagaan Laut dan Pantai) yang berpangkalan di Tanjunguban.
“Tahun 1949, Jawatan Pelayaran Republik Indonesia membangun asrama, dermaga, proyek air minum jago yang sekarang menjadi Komplek KPLP atau Kesyahbandaran,” pungkas Dedi. (kontenfoto)
Penulis: Yusnadi Nazar/Mika Hanif