Kreativitas Band Indie Tanjungpinang di Tengah Industri Musik Mainstream

Kreativitas Band Indie Tanjungpinang di Tengah Industri Musik Mainstream
Band indie The Collabs tampil pada event musik di Tanjungpinang, beberapa waktu lalu. Kreativitas band indie Tanjungpinang di tengah industri musik mainstream, harus mendapatkan apresiasi. Dokumentasi Foto: Yusnadi Nazar

kontenfoto.com – Kreativitas band indie di Tanjungpinang di tengah industri musik mainstream (arus utama) layak mendapatkan apresiasi.

Melalui kreativitas, band indie menunjukkan eksistensi dengan cara mandiri dan hadir sebagai alternatif bagi pendengar yang menginginkan sesuatu yang berbeda.

Sebab industri musik terus berkembang dengan berbagai tren dan perubahan di tengah dominasi label besar dan industri musik mainstream.

Istilah ‘indie’ berasal dari kata independen. Artinya merdeka, bebas atau mandiri. Oleh sebab itu, kreativitas band indie tidak bergantung pada label besar dalam produksi dan distribusi musik

Dalam hal musikalitas, band indie lebih leluasa dalam bereksperimen dan menunjukkan kreativitas dengan berbagai genre musik.

Menawarkan Sesuatu yang Berbeda

Melalui kreativitas dan semangat berkarya tinggi, band indie menunjukkan identitas khas dan menawarkan warna musik yang lebih segar dan orisinal.

Band indie adalah band atau grup musik yang memproduksi dan mendistribusikan musiknya secara mandiri, tanpa bergantung pada label rekaman besar.

Sebut saja pelopor band indie yang telah menancapkan namanya di jagat musik nasional seperti Pas Band, Pure Saturday dan The Milo.

Kemudian terdengar nama band indie seperti Efek Rumah Kaca, Goodnight Electric, The Adams, The Upstairs, The Sigit dan yang terbaru band Sukatani.

Berbeda dengan band-band yang berada di bawah naungan label besar skala nasional, band indie memiliki kendali penuh atas karyanya.

Dari proses produksi, pemasaran, hingga interaksi dengan penggemar, semuanya berlangsung dengan cara yang lebih personal dan mandiri serta organik.

Meskipun menawarkan kebebasan dalam berkarya, band indie juga menghadapi tantangan besar dan persaingan yang cukup ketat.

Selain itu, keterbatasan dana produksi, serta kesulitan dalam menembus pasar musik arus utama (mainstream) menjadi salah satu tantangan utama.

Namun, dengan segala kreativitas dan strategi yang tepat, banyak band indie yang mampu bertahan dan terus berkembang, termasuk di Tanjungpinang.

Buktinya, beberapa band indie di Tanjungpinang dengan nama besar seperti Hedtend (rock), Britjamz (Britpop), The Kidz (grunge) dan Paranocturne (rock progresif).

Kemudian ada Audio Freak (funk rock), Miru (pop rock), Pagar Ayu (punk rock), Maliki (slow rock), The Collabs (rock alternatif) dan Dermaga Musica (Melayu modern).

Band-band indie di Tanjungpinang dengan berbagai kreativitas independen, mampu bertahan di tengah gempuran industri musik mainstream.

Memanfaatkan Platform Digital dan Media Sosial

Vokalis band Britjamz dan Paranocturne Inaz Nazar (47), mengatakan band indie berbagai genre yang ada di Tanjungpinang semakin menggeliat.

Beberapa band indie yang terbentuk beberapa tahun lalu, telah merilis beberapa lagu ciptaan sendiri beserta klip video di platform digital.

Menurut Inaz, platform digital membuka jalan bagi musisi indie atau band indie yang ada di Tanjungpinang untuk berkembang dengan segala tantangannya.

Kemajuan teknologi dan platform digital seperti Spotify dan YouTube, sangat bermanfaat dan menjadi angin segar karena dapat mendistribusikan musik secara luas.

“Tanpa harus terikat kontrak dengan label besar, band indie bisa terus berkarya. Band indie di Tanjungpinang sudah merilis lagu di platform digital yang ada,” kata Inaz.

Media sosial seperti Instagram dan Facebook juga berperan besar dalam membangun komunitas penggemar dan mempromosikan karya musik band indie secara langsung.

“Ya jadi band indie Tanjungpinang juga bisa menembus pasar musik internasional dengan cara independen,” sebut Inaz.

Di sisi lain, kata Inaz, pendengar atau audiens yang mencari alternatif dari musik mainstream, semakin meminati tren musik indie saat ini.

Selain itu, kata Inaz, kolaborasi dengan sesama band indie atau bahkan brand tertentu, juga menjadi strategi untuk memperluas jangkauan pendengar.

“Musik indie juga hadir sebagai alternatif bagi pendengar yang menginginkan sesuatu yang berbeda dari musik atau band dari label besar,” jelasnya.

Menurut Inaz, dengan kreativitas, kebebasan eksplorasi musik serta strategi pemasaran digital, band indie mampu bertahan dan terus berkembang.

“Penikmat musik sekarang, maunya sesuatu yang baru, jadi pendengar ini menikmati musik terbaru dan lain daripada yang lain,” kata Inaz.

Musisi yang memainkan genre britpop dan rock progresif ini, menyatakan eksistensi band indie, membuktikan bahwa kreativitas, bisa menjadi kekuatan besar.

“Dukungan platform digital serta semangat untuk terus berkarya, band indie mampu bertahan dan bahkan bersaing dengan musik mainstream,” tegas Inaz.

Band Indie Berpotensi Terus Berkembang

Sementara itu, menurut drummer band The Kidz Iin Koze (50), geliat band indie di Tanjungpinang membuktikan bermusik tidak selalu harus berada di bawah label besar.

“Untuk tetap sukses dan eksis berkarya, musisi juga bisa berkarya secara mandiri dan independen melalui musik indie,” katanya.

Menurut Iin, dengan semangat berkarya dalam bermusik, pemanfaatan platform digital dan kreativitas, band indie mampu menembus batasan industri musik.

“Dapat membangun komunitas yang solid dan kompak,” ujar Iin.

Sebab ke depannya, band indie berpotensi terus berkembang dan menjadi kekuatan baru dalam dunia musik baik di Tanjungpinang dan musik nasional.

Oleh sebab itu, mendukung band indie bukan hanya mendengarkan musiknya. Namun ikut serta dalam gerakan musik yang lebih bebas, orisinal dan penuh eksplorasi.

Tidak hanya itu, musik indie bukan hanya sekadar alternatif. Namun menjadi sebuah revolusi atau perubahan nyata dalam industri musik global.

“Jadi, bagi para pendengar musik, mendukung band indie adalah cara untuk terus menjaga keberagaman dan kebebasan berekspresi,” tegas musisi senior di Tanjungpinang ini.

Ciri Khas Musik Tetap Terjaga

Basis band Dermaga Musica, Lowdy Mahariyadi (43) mengatakan, eksistensi band indie bergenre musik Melayu modern, kini banyak terpengaruh berbagai genre musik seperti rock dan pop.

Menurutnya, kehadiran platform digital dan media sosial, membantu musik Melayu modern menjangkau pendengar global dan memperluas pengaruhnya di luar Kepulauan Riau.

“Kekhasan musik ini tetap terjaga dan tidak menghilangkan ciri khas sebagai musik tradisional, jadi ada pendengarnya tersendiri,” jelas mantan vokalis band rock Spector ini.

Band indie beraliran musik Melayu modern akan tetap eksis dan tidak akan hilang sebab musik Melayu mampu menjaga tradisi sambil beradaptasi dengan perkembangan zaman.

“Kami terus berkomitmen untuk menjaga kelestarian musik Melayu yang yang bernuansa unik dan berkarakter ini, agar tidak hilang dari muka bumi,” jelas mantan basis band rock Bintang 5 ini.

Musisi Muda Jangan Lelah Bermusik

Penulis lagu nasional asal Tanjungpinang, Teguh Diswanto (51) menambahkan, musisi muda di Tanjungpinang, harus terus berkarya, sebab peta industri musik telah terbuka lebar.

Selain itu, dengan bermusik, generasi muda Tanjungpinang menjadi kreatif dan dapat terhindar dari hal-hal negatif yang melanggar hukum.

“Terus berkarya hingga titik daya saing bukan lagi persoalan. Dengan banyaknya event musik, anak muda jadi berpikir positif dan kreatif,” kata mantan gitaris band Tiket ini.

Teguh berharap, dengan banyaknya event musik, dapat memunculkan kembali gairah bermusik khususnya bagi generasi muda sebagai wujud regenerasi di Tanjungpinang.

“Menurut kami pemerintah daerah harus ikut bertanggungjawab untuk memajukan musik di Tanjungpinang,” tutup gitaris band Elastic ini.

Sekedar informasi, Hari Musik Nasional jatuh pada 9 Maret bertepatan dengan hari lahir pahlawan nasional, wartawan dan pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya, WR Supratman.

Hari Musik Nasional pertama kali diperingati pada 9 Maret 2013 yang lalu melalui Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 2013. (kontenfoto)

Penulis: Yusnadi Nazar 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *